![]() |
Putusan Sidang MK |
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terkait sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kalimantan Timur (Kaltim) 2024, yang berdampak signifikan pada konstelasi politik di provinsi tersebut. Gugatan yang diajukan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Isran Noor-Hadi Mulyadi tidak dapat diterima. Putusan ini diambil melalui rapat permusyawaratan hakim oleh sembilan hakim konstitusi pada 31 Januari 2025.
Gugatan MK Ditolak: Apa Artinya?
Penolakan gugatan MK ini berarti bahwa hasil Pilkada Kaltim 2024 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap sah. Dalam gugatan, tim Isran Noor-Hadi Mulyadi mendalilkan adanya dugaan praktik politik uang dan kartel politik yang dilakukan oleh pihak terkait, Rudy Mas'ud-Seno Aji. Namun, majelis hakim MK menilai bahwa dalil tersebut tidak memiliki cukup bukti yang kuat. MK juga berpendapat bahwa dugaan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Hakim Arief Hidayat menyatakan bahwa laporan pertanggungjawaban terkait dugaan praktik politik uang yang dilakukan oleh Rudy Mas'ud dan Seno Aji telah diklarifikasi oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Timur beserta Gakkumdu. Dengan ditolaknya gugatan ini, jalan bagi Rudy Mas'ud dan Seno Aji untuk dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim semakin terbuka. DPRD Kaltim pun telah menjadwalkan rapat paripurna pada 7 Februari untuk mengumumkan hasil penetapan calon gubernur dan wakil gubernur.
Hakim Konstitusi, Arief Hidayat:
Adanya putusan MK nomor 60 yang memaksudkan agar partai politik (parpol) tidak mendominasi memungkinkan untuk mengajukan calon dan tidak memunculkan calon tunggal. Fakta hukum tidak terdapat politik borong partai (baca: kartel politik) koalisi seperti didalilkan pemohon, dengan demikian dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum.
Implikasi Putusan MK
Sebagai calon petahana, Isran Noor harus menerima kekalahan dalam Pilkada ini. Padahal, ia bersama Hadi Mulyadi diusung oleh koalisi yang cukup besar, terdiri dari PDIP, Gelora, Hanura, Demokrat, Perindo, dan Ummat. Sementara itu, Rudy Mas'ud-Seno Aji diusung oleh koalisi yang lebih besar lagi, yaitu Partai Gerindra, PKB, Golkar, NasDem, PKS, PAN, PBB, PPP, hingga PSI.
Pilkada Serentak 2024 dan Potensi Sengketa
Pilkada 2024 memang menjadi perhatian serius, terutama dalam hal potensi sengketa yang mungkin terjadi. KPU sendiri telah mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin timbul, mulai dari proses pencalonan hingga rekapitulasi suara. Ketidakhati-hatian dan ketidakcermatan penyelenggara pemilu dapat menjadi masalah yang harus dihadapi di MK. Sigit Joyowardono dari KPU menjelaskan bahwa 16 Desember 2024 menjadi batas akhir bagi KPU untuk menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara. Setelah itu, pasangan calon yang merasa dirugikan memiliki waktu 3 hari untuk mengajukan gugatan ke MK. MK dapat menerima dalil-dalil terkait keterpilihan pasangan calon kepala daerah, mulai dari proses pendaftaran hingga tahapan penyelenggaraan pemilihan. Hal ini dapat berimplikasi pada putusan MK berupa pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang hasil pemilihan.
Gugatan MK Ditolak: Apa Artinya?
Penolakan gugatan MK ini berarti bahwa hasil Pilkada Kaltim 2024 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tetap sah. Dalam gugatan, tim Isran Noor-Hadi Mulyadi mendalilkan adanya dugaan praktik politik uang dan kartel politik yang dilakukan oleh pihak terkait, Rudy Mas'ud-Seno Aji. Namun, majelis hakim MK menilai bahwa dalil tersebut tidak memiliki cukup bukti yang kuat. MK juga berpendapat bahwa dugaan kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
Hakim Arief Hidayat menyatakan bahwa laporan pertanggungjawaban terkait dugaan praktik politik uang yang dilakukan oleh Rudy Mas'ud dan Seno Aji telah diklarifikasi oleh Bawaslu Provinsi Kalimantan Timur beserta Gakkumdu. Dengan ditolaknya gugatan ini, jalan bagi Rudy Mas'ud dan Seno Aji untuk dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim semakin terbuka. DPRD Kaltim pun telah menjadwalkan rapat paripurna pada 7 Februari untuk mengumumkan hasil penetapan calon gubernur dan wakil gubernur.
Hakim Konstitusi, Arief Hidayat:
Adanya putusan MK nomor 60 yang memaksudkan agar partai politik (parpol) tidak mendominasi memungkinkan untuk mengajukan calon dan tidak memunculkan calon tunggal. Fakta hukum tidak terdapat politik borong partai (baca: kartel politik) koalisi seperti didalilkan pemohon, dengan demikian dalil pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum.
Implikasi Putusan MK
Sebagai calon petahana, Isran Noor harus menerima kekalahan dalam Pilkada ini. Padahal, ia bersama Hadi Mulyadi diusung oleh koalisi yang cukup besar, terdiri dari PDIP, Gelora, Hanura, Demokrat, Perindo, dan Ummat. Sementara itu, Rudy Mas'ud-Seno Aji diusung oleh koalisi yang lebih besar lagi, yaitu Partai Gerindra, PKB, Golkar, NasDem, PKS, PAN, PBB, PPP, hingga PSI.
Pilkada Serentak 2024 dan Potensi Sengketa
Pilkada 2024 memang menjadi perhatian serius, terutama dalam hal potensi sengketa yang mungkin terjadi. KPU sendiri telah mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin timbul, mulai dari proses pencalonan hingga rekapitulasi suara. Ketidakhati-hatian dan ketidakcermatan penyelenggara pemilu dapat menjadi masalah yang harus dihadapi di MK. Sigit Joyowardono dari KPU menjelaskan bahwa 16 Desember 2024 menjadi batas akhir bagi KPU untuk menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara. Setelah itu, pasangan calon yang merasa dirugikan memiliki waktu 3 hari untuk mengajukan gugatan ke MK. MK dapat menerima dalil-dalil terkait keterpilihan pasangan calon kepala daerah, mulai dari proses pendaftaran hingga tahapan penyelenggaraan pemilihan. Hal ini dapat berimplikasi pada putusan MK berupa pemungutan suara ulang atau penghitungan ulang hasil pemilihan.
sumber berita: tribunnews - MK, mkri, tribunnews - DPRD
0 comments:
Post a Comment